Jumat, 19 April 2024

Seri Megaproyek 5 – Pertamina Ekspansi Kilang untuk Ketahanan Energi Nasional

ads-custom-5

Seiring pertumbuhan ekonomi nasional, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) domestik terus meningkat. Sementara, kilang-kilang yang sudah ada saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019, produksi BBM dari kilang dalam negeri sebesar 44,5 juta kiloliter (KL). Sedangkan dalam lima tahun terakhir impor BBM sebesar 24,7 juta KL, impor BBM mencapai 35% dari total kebutuhan dalam negeri. Kondisi ini berpengaruh terhadap neraca perdagangan Indonesia.

 

Pada Rapat Dengan Pendapat dengan Komisi VII DPR RI (5/10/2020), CEO PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Ignatius Tallulembang menjelaskan saat ini ada enam kilang yang dioperasikan dengan kapasitas terapasang 1 juta barrel per hari. Kondisi kilang sudah cukup tua, kilang paling baru dibangun di Balongan pada 1990 dan mulai beroperasi pada 1994 atau telah berumur 26 tahun. Selebihnya ada yang telah beroperasi lebih dari 36 tahun.

 

“Kilang ini awalnya dirancang untuk mengolah crude domestik. Ada satu kilang di Cilacap yang satu unitnya sudah menggunakan crude dari luar negeri (Arabian light crude) sekitar 100 ribu barrel per hari. Selebihnya kilang mengolah crude domestik,”ungkapnya.

 

Ignatius menambahkan, jenis crude yang dapat diolah oleh kilang-kilang saat ini adalah sweet crude. Karena kilang di Indonesia didesain untuk mengolah crude dengan kandungan sulfur yang rendah rata-rata 0,2% dan berdasarkan berat jenis kilang kita didesain untuk medium dan heavy.

 

Untuk menghasilkan fleksibilitas dari crude yang akan diolah di kilang, maka Pertamina harus meng-upgrade serta membangun kilang baru. Pertamina menamainya sebagai Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR). Melalui proyek RDMP dan GRR, proses pengolahan di kilang akan berpengaruh pada biaya produksi, sehingga dampaknya harga BBM yang lebih kompetitif dan terjangkau.

 

“Selain itu, jika kilang sudah dibangun, kapasitas produksi kilang akan menjadi 1,8 juta barrel per hari. Melalui upgrade kilang ini, Pertamina fokus meningkatkan kualitas dengan menghasilkan setara EURO 5. Serta, kita dapat mengolah crude yang kandungan sulfur tinggi, seperti sour crude, yang lebih banyak tersedia di dunia dan dari sisi harga lebih kompetitif,”ujarnya.

 

Kendati pandemi Covid-19 berdampak pada turunnya permintaan (demand) masyarakat terhadap BBM, PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Refining and Petrchemical tetap melanjutkan pengembangan dan pembangunan kilang melalui proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Balikpapan, Cilacap, Balongan, Dumai, Plaju, dan New Grass Root Refinery (NGRR) di Tuban.

 

Refinery Development Master Plan (RDMP)

Aktivitas di Kilang Pertamina Cilacap, Jawa Timur. Foto: dok. Pertamina
Aktivitas di Kilang Pertamina Cilacap, Jawa Timur. Foto: dok. Pertamina

PT Pertamina (Persero) berencana melakukan pengembangan terhadap lima kilang eksisting yang mereka miliki. Kilang tersebut adalah Kilang Balongan di Jawa Barat, Kilang Cilacap di Jawa Tengah, Kilang Dumai di Riau, Kilang Balikpapan di Kalimantan Timur, dan Kilang Plaju di Sumatera Selatan.

 

Untuk megaproyek RDMP ini, berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), nilai investasi yang dikucurkan Pertamina menyentuh Rp 246 triliun. Pengembangan ini menjadi proyek termahal yang digarap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena menurut Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Talullembang untuk membangun kilang memang dibutuhkan investasi yang tak main-main.

 

Kendati mahal, menurutnya proyek ini akan melahirkan multiplier effect. Misalnya mampu meningkatkan kapasitas kilang eksisting menjadi dua kali lipat dari 1 juta barel per hari pada saat ini, menjadi 2 juta barel. Dengan peningkatan signifikan, maka seluruh kebutuhan BBM nasional bisa dipenuhi oleh kilang sendiri.

 

“Melalui proyek ini, kami juga akan meningkatkan kualitas dengan jenis minyak mentah yang lebih banyak dan kompetitif. Berdasarkan jumlah dan bahan bakarnya, kami akan meningkat sebesar 95% dengan total investasi sebesar USD 48 miliar,” ucap Ignatius.

 

Tak hanya itu, ia menjelaskan, selama pembangunan proyek ini akan menyerap 130 ribu pekerja dan 10 ribu pekerja ketika operasional nanti. Sementara dari sisi pendapatan negara, pembangunan kilang yang ditargetkan rampung pada 2022 ini bisa memberikan dampak signifikan bagi keuangan negara.

 

“Cadangan devisa akan meningkat hingga USD 12 miliar per tahun dan penerimaan pajak yang diprediksi mencapai USD 109 miliar,” jelas Tallulembang.

 

Adapun progres dari masing-masing kilang rata-rata sudah berjalan sekitar 10%. Dengan rincian untuk pengembangan Kilang Balikpapan hingga akhir Oktober 2020 mencapai 22,26%. Sementara proyek RDMP Cilacap dan Balongan tahap penuntasan pekerjaan masih di early work atau tahap awal dengan progres di bawah 10%. Untuk RDMP Plaju semester I 2020 lalu telah memasuki pengadaan Licensor Basic Engineering Design (BED), dan memulai pekerjaan BED. Sementara RDMP Dumai dalam tahap dilakukan tender revisit Bankable Feasibility Study (BFS).

 

Kilang Tuban

Aktivitas proyek pembangunan Kilang Pertamina Tuban, Jawa Timur. Foto: ANTARA/Moch Asim
Aktivitas proyek pembangunan Kilang Pertamina Tuban, Jawa Timur. Foto: ANTARA/Moch Asim
Selain mengoptimalkan potensi kilang eksisting, Pertamina juga berencana membangun kilang baru di sejumlah daerah, salah satunya di Tuban, Jawa Timur. Kilang Tuban yang berwujud New Grass Root Refinery (NGRR) ini menunjukkan progres yang cukup signifikan. Pertengahan 2020 ini, Pertamina telah menuntaskan pekerjaan land clearing seluas 326 hektare serta pekerjaan restorasi telah mencapai 184.400 meter persegi atau 88% dari total 20 hektare. Progres pekerjaan lainnya, yakni tahap studi Engineering/General Engineerging Design (GED) dengan progres keseluruhan Basic Engineering Design (BED) mencapai 51,56%.

 

Proyek pembangunan kilang minyak baru yang menelan biaya investasi sekitar Rp 190 triliun ini juga diklaim Pertamina akan memiliki kapasitas produksi 300 ribu barel per hari dan akan menggunakan konfigurasi petrokimia mencapai 3.600 kilo ton per annum (ktpa) yang terintegrasi dengan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama.

 

Adapun, Kilang Tuban juga akan mampu memproduksi BBM dengan kualitas Euro V (BBM ramah lingkungan), yaitu gasoline sebesar 80 ribu barel per hari dan diesel sebesar 98 ribu barel per hari. Dengan kapasitas sebanyak itu, kilang ini juga dibuat untuk mendukung produksi minyak yang berdikari dengan kapasitas nasional menjadi 2 juta barel per hari.

 

Pertamina menargetkan proyek pembangunan kompleks kilang minyak dan petrokimia di Tuban, Jawa Timur itu rampung sesuai yang diharapkan yakni pada 2026. Tallulembang menyatakan bahwa NGRR Tuban adalah salah satu proyek yang menjadi prioritas untuk segera diselesaikan. Pertamina dan perusahaan swasta asal Rusia yakni Rosneft Oil Company bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada Oktober 2019.

 

Dukungan percepatan penyelesaian megaproyek inipun berdatangan dari pemerintah. Salah satunya, Menteri ESDM Arifin Tasrif meminta PT Pertamina (Persero) mempercepat proyek Kilang Tuban di Jawa Timur.

 

“Saya yakin proyek ini menciptakan multiplier effect yang sangat besar karena target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang cukup tinggi, yaitu minimal 40%, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 20.000 orang,” tutur Arifin.

 

Menteri Perhubungan Budi Karya juga mengatakan, di wilayah tersebut nantinya akan dibangun pelabuhan sepanjang 400 hingga 600 meter. Terkait integrasi dengan Pertamina, lebar dan kapasitasnya akan menyesuaikan. Dengan pembangunan yang masif ini, nantinya Kilang Tuban digadang menjadi kilang terbesar di Asia Tenggara dan memiliki teknologi tercanggih di dunia.

 

Kilang Bontang

Ilustrasi kilang minyak PT Pertamina (Persero). Foto: Portonews
Ilustrasi kilang minyak PT Pertamina (Persero). Foto: Portonews

Dilansir dari laman resmi KPPIP, Kilang minyak Bontang adalah proyek pembangunan kilang minyak baru (Grass Root Refinery) dengan kapasitas produksi bahan bakar minimal 300 ribu barel per hari yang akan dibangun di Bontang, Kalimantan Timur.

 

Perencanaan pembangunan Kilang Minyak Bontang yang memakan biaya Rp 197,58 triliun itu akan menggunakan konfigurasi yang mempertimbangkan sistem lain seperti sistem petrokimia. Selanjutnya, hasil produksi kilang minyak tersebut akan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor.

 

Kendati menjadi salah satu proyek termahal yang digarap perusahaan pelat merah, pada Juni lalu pembangunan yang ditargetkan rampung pada 2026 nanti telah ditunda oleh Pertamina. Hal itu karena mitra perusahaan, Overseas Oil and Gas LLC (OOG), mengundurkan diri dari proyek tersebut. Tallulembang mengatakan kerja sama dengan perusahaan migas asal Oman itu terpaksa dihentikan.

 

Partner tidak bisa melanjutkan, kami hold dulu dan kaji kebutuhannya seperti apa,” ujar Tallulembang dikutip dari Katadata.co.id.

 

Sebelumya, kerja sama antara Pertamina dan OOG terjalin pada Desember 2018. OOG didapuk sebagai mitra setelah melewati mekanisme seleksi untuk pembangunan NGRR Bontang yang tahap tendernya dibuka pada 11 bulan sebelumnya.

 

Setelah kerja sama dengan OOG sebagai mitra patungan mayoritas di GRR Bontang, Pertamina semestinya mendapatkan beberapa benefit di antaranya mengoptimalkan belanja modal untuk melaksanakan ekspansi kilang lainnya dan program-program konstruksi, misalnya di RDMP Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Tuban. Pertamina juga akan membeli (offtake) bahan bakar yang diproduksi oleh GRR Bontang untuk kebutuhan dalam negeri, terutama bensin/gasoline, avtur, dan LPG. Sayangnya, OOG memilih mundur dari proyek tersebut.

 

Akhir September lalu, terdengar kabar PT Medco Energi Internasional Tbk akan mengambil alih peran OOG sebagai mitra pembangunan megaproyek itu. Emiten berkode saham MEDC tersebut dinilai cocok menggantikan OOG karena setelah akuisisi Ophir, mereka memiliki cadangan minyak yang mencukupi untuk kebutuhan kilang Bontang yang memiliki kapasitas 300.000 barel per hari. Namun, Direktur Utama Medco Energi Internasional Hilmi Panigoro menepisnya.

 

“Untuk bisnis migas, saat ini kami masih fokus di hulu,” terang Hilmi dilansir dari Bisnis.com.

 

Pertamina belum dapat memastikan kapan proyek infrastruktur ini akan benar-benar terealisasi. Kendati begitu, jika pihaknya menemukan mitra baru yang dinilai punya komitmen tinggi untuk bekerja sama menyelesaikan proyek prioritas ini, maka Pertamina akan segera mengumumkannya ke publik. Kendati penuh halang rintang, Pertamina memastikan proyek pembangunan dan pengembangan kilang lain akan tetap sesuai koridor dan target waktu penyelesaian yang ditetapkan sebelumnya.

 

 

Foto Utama: Shutterstock

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU