Jumat, 29 Maret 2024

Holding Unik Danareksa, Obat Kuat BUMN Mini?

ads-custom-5

Jakarta, BUMN Info l Sedikitnya 70 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah disuntik mati sejak 2019. Penutupan tersebut seiring dengan keberadaan puluhan BUMN yang terus sakit-sakitan.

Apalagi 76% dividen BUMN hanya disumbang oleh 10 sampai 15% dari total perusahaan pelat merah saja. Jadi wajar bila Kementerian BUMN berupaya mensinergikan perusahaan pelat merah yang megap-megap ke dalam sebuah holding agar kinerjanya menjadi mentereng. 

Beberapa holding yang sudah terbentuk di antaranya holding ultra mikro, holing pariwisata/ In Journey, holding pangan/ ID Food, holding farmasi dan Kepelabuhan. Sisanya empat holding ditargetkan terbentuk hingga 2024. 

Dari semua itu, holding Danareksa disebut paling unik lantaran menaungi beragam sektor industri. Biasanya holding BUMN hanya bergerak di satu sektor industri saja. Namun, Holding Danareksa justru menaungi 15 subklaster yang terdiri dari Jasa Keuangan, Kawasan Industri, Konstruksi, serta Media dan Teknologi. 

Dalam transformasi ini, Holding Danareksa berfokus pada pemulihan kondisi BUMN yang sakit serta melakukan optimalisasi terhadap anggota holding yang sehat.  Melalui holdingisasi tersebut, Danareksa mencatatkan jumlah aset sebesar Rp70 triliun alias akumulasi dari 16 aset BUMN yang menjadi anggota holding. 

Pada tahap pertama, sudah ada 10 perusahaan pelat merah yang resmi menjadi anggota yakni PT Nindya Karya, PT Kliring Berjangka Indonesia, PT Kawasan Industri Medan, PT Kawasan Industri Wijayakusuma, PT Kawasan Industri Makassar. Lalu, PT Kawasan Berikat Nusantara, PT Balai Pustaka, PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung, dan PT Surabaya Industrial Estate Rungkut. 

Integrasi ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2022 yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal 2022 lalu. Beleid ini terkait Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Danareksa.

Pada tahap kedua, akan ada enam BUMN yang bergabung ke dalam holding. Proses ini ditargetkan rampung pada akhir 2022. Adapun enam BUMN yang akan bergabung di antaranya Virama Karya, Yodya Karya, Indra Karya, Bina Karya, Perum Jasa Tirta I dan Perum Jasa Tirta II. 

Direktur Utama Danareksa Arisudono Soerono menjelaskan, mayoritas anggota holding merupakan BUMN dengan aset mini. Rata-rata nilai asetnya hanya sebesar Rp3,5 triliun tapi memiliki peluang bisnis yang cemerlang. 

Ketika disatukan ke dalam holding, keseluruhan aset holding tahap 1 ini menjadi Rp49,1 triliun. Besarnya nilai aset dan laba konsolidasi tentu menggambarkan manfaat pembentukan holding tersebut. 

“Dengan neraca yang lebih kuat, upaya penciptaan nilai tambah melalui inovasi model bisnis, peningkatan kompetensi SDM dan perbaikan proses dapat dilakukan dengan baik,” jelas Adi saat peluncuran Holding Dana Reksa pada Juli 2022 lalu.

Berdirinya Danareksa sebelum menjadi induk holding

PT Danareksa (Persero) berdiri pada 1976 sebagai pelopor investasi keuangan di Indonesia. Guna memperkuat lini bisnis, Danareksa melakukan restrukturisasi organisasi dengan membentuk tiga Entitas Perusahaan Anak pada 1992. 

Ketiga entitas tersebut adalah PT Danareksa Sekuritas, PT Danareksa Investment Management, dan PT Danareksa Finance. Seiring perkembangan usaha dan kebutuhan nasabah, maka pada 2010, Perseroan kembali membentuk Entitas Perusahaan Anak, yaitu PT Danareksa Capital. 

PT Danareksa Capital didirikan dengan fokus utama di bidang investasi dengan menggalang modal swasta, atau dikenal sebagai private equity firm. Pada 2018, Perseroan memutuskan untuk melepas 67% saham PT Danareksa Sekuritas (yang kemudian berubah nama menjadi PT BRI Danareksa Sekuritas), dan 35% saham PT Danareksa Investment Management kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 

Perseroan juga memperkuat jaringannya di bidang infrastruktur jasa keuangan dengan mengambil alih 67% saham PT Jalin Pembayaran Nusantara dari PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk pada 2019. 

PT Jalin Pembayaran Nusantara yang merupakan perusahaan switching dan managed service nasional semakin memperkuat lini usaha Grup Danareksa tidak hanya di pasar modal, tetapi juga di infrastruktur jasa keuangan.

Isu air bersih dan tugas perdana Holding Danareksa 

Menteri BUMN Erick Thohir memberikan mandat kepada Holding Danareksa sebagai BUMN spesialis transformasi untuk melakukan kapasitas dan potensi pada anak perusahaan. Tugas pertama yang diemban yakni mengoptimalkan potensi kawasan industri dan menyelesaikan isu air bersih di Indonesia.

Holding Danareksa pun meluncurkan Indonesia Water Fund (IWF) dengan mengelola dana sebesar USD1 miliar atau sekitar Rp15 triliun. Bersama mitra strategis, yakni  Pacific Pte Ltd, PT Moya Indonesia dan PT CITIC Envirotech Indonesia, Danareksa didapuk memperbaiki akses air bersih bagi 40 juta masyarakat Indonesia. 

Adapun anggota holding (Danareksa, Nindya Karya, Perum Jasa Tirta 1, dan Perum Jasa Tirta 2) akan menyediakan air bersih secara berkelanjutan bagi masyarakat di sejumlah daerah.

Sebab, hanya 23% populasi yang mendapatkan akses air bersih. Bahkan beberapa warga lainnya masih menghadapi ketidaksetaraan dari sisi harga air bersih dengan rentang antara Rp65.000 hingga Rp140.000 per meter kubik.

“IWF merupakan upaya untuk memaksimalkan PDB (produk domestik bruto) Indonesia, karena pasokan air yang tidak cukup akan berpotensi mengurangi PDB Indonesia sebesar 2,5 persen pada 2045,” kata Erick saat peluncuran IWF.

Kontribusi Holding Danareksa ke Negara

Perusahaan BUMN memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya, sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbangkan oleh perusahaan pelat merah.

Sayangnya, tak semua BUMN mampu menambah pundi-pundi negara dalam jumlah jumbo layaknya Pertamina, PLN, Telkom, Mandiri, BRI, BNI hingga Waskita Karya.

Pengamat BUMN UI Toto Pranoto menyebut mayoritas kontribusi pendapatan BUMN hanya disumbang oleh sekitar 20% dari total perusahaan pelat merah.

“Jadi itulah mereka yang asetnya cover 85% dan dari keseluruhan laba bersih mencatatkan dominan. Hanya sedikit BUMN yang bisa menghasilkan pendapatan dari aset yang dimiliki,” jelas Toto dalam rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Dengan adanya skema klasterisasi BUMN dalam holding, lanjutnya, akan menciptakan  kontribusi yang signifikan bagi negara. 

“Bagaimana membuat existing BUMN yang ada bisa memiliki daya saing yang lebih kuat. Supaya efisiensi bisa ditingkatkan dan performance bisa lebih baik lagi,” tambahnya.

Jika merujuk pada Holding Danareksa dengan 12 klaster, setoran ke APBN diyakini akan lebih besar daripada holding lainnya. Buktinya sepanjang Januari-September 2022, laba bersih konsolidasi Holding Danareksa sudah hampir setara dengan tahun lalu yang mencapai Rp796 miliar. 

Direktur Utama Danareksa Arisudono Soerono menargetkan laba bersih konsolidasi pada akhir 2022 sebesar Rp1 triliun dengan subklaster kawasan industri masih menjadi kontributor terbesar yakni mencapai Rp800 miliar.

Ia menjelaskan, target laba bersih tersebut dirinci dari performa laba bersih konsolidasi holding tahap I yang mencakup 10 anak perusahaan pada 2020 mencapai Rp468,6 miliar dan laba bersih konsolidasi tahap I pada 2021 sebesar Rp796 miliar. Laba bersih konsolidasi di kuartal III-2022 di sekitar Rp700-an miliar.

“Di akhir tahun prognosa (sektor) kawasan industri saja sudah sekitar Rp800 miliar, lalu PPA sekitar Rp400 miliar. Keinginan kita (laba bersih konsolidasi) bisa mendekati Rp 1 triliun pada akhir tahun dan itu progres cukup baik,” ujar Arisudono saat media gathering Holding BUMN Danareksa.

Sejak adanya holdingnisasi di tubuh BUMN, laba seluruh perusahaan pelat merah hingga kuartal III 2022 naik 154% atau mencapai sebesar Rp155 triliun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp61 triliun.

Pertumbuhan laba tersebut terjadi karena peningkatan Pendapatan Usaha BUMN dari Rp1.613 triliun pada kuartal III 2021 menjadi Rp2.091 triliun pada kuartal III 2022.

Kinerja positif ini, turut meningkatkan kontribusi BUMN terhadap pendapatan negara berupa pajak, dividen, dan Pendapatan Negara Bukan (PNBP) sebesar Rp68 miliar, yakni dari Rp1.130 triliun (periode 2017 sampai 2019) menjadi Rp1.198 triliun (2020 hingga kuartal III-2022).

Sumber: idxchannel

BERITA TERKAIT

ads-sidebar
ads-custom-4

BACA JUGA

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU